Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI
Zulkifli Hasan bertemu Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Abdullah Syam di Gedung Senayan, Jakarta, Senin (29/2/2016). Dalam kunjungan
tersebut, kedua belah pihak bersepakat meningkatkan pemahaman Pancasila dan UUD
1945. Dalam pertemuan tersebut, turut mendampingi Abdullah Syam, jajaran
pengurus harian DPP LDII, Hidayat Nahwi Rasul, Dody Taufik Wijaya, Prasetyo
Sunaryo, Rioberto Sidauruk, dan Sidik Waskito.
Zulkifli Hasan memberikan gambaran mengapa pengamalan Pancasila kini memudar. Diawali dengan gejolak 98, kata Zulkifli, kemarahan sekaligus ketidakpuasan masyarakat diluapkan melalui euforia reformasi yang berlebihan. “Lalu undang-undang dirombak besar-besaran sehingga hasilnya saat ini demokrasi semakin liberal,” kata Zulkifli.
Menurutnya,
demokrasi yang semakin liberal itu akan menyebabkan Indonesia menjadidemokrasi
berbiaya mahal. “Akibatnya kesenjangan akan semakin tajam,” ujarnya.
Terkait kisruh amandemen
UUD 1945, pihaknya berharap, ada atau tidak ada perubahan, semua harus
berdasarkan keputusan yang matang. “Kami ingin membangun partisipasi
seluas-luasnya dan berharap kalau ada perubahan, maka perubahan itu harus yang
terbaik,” katanya.
Kesenjangan, lanjut
Zulkifli, saat ini semakin luar biasa dan demokrasi semakin mahal. Ia
mencontohkan, untuk menjadi bupati membutuhkan dana puluhan miliar. “Apalagi
untuk menjadi gubernur. Dikhawatirkan kedaulatan berada di tangan pihak
sponsor,” ujarnya.
Menanggapi hal itu,
Abdullah Syam menyebutkan, akibat Pancasila yang telah hilang dari roh bangsa
dan demokrasi yang cenderung liberal, persatuan dan kesatuan Indonesia sedikit
terguncang. Baik isu nasional yang cukup menyita perhatian seperti radikalisme,
LGBT, korupsi, bahkan separatis menjadi kekhawatiran bersama. Semua itu,
menurut Abdullah Syam, akibat bangsa Indonesia kehilangan roh Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Indonesia mengalami
degradasi jati diri bangsa degradasi ideologi, degradasi karakter, sehingga
merembet ke degradasi kepercayaan yang menimbulkan kecurigaan satu sama lain,
inilah yang tidak boleh berlarut,” ujar Abdullah Syam.
Abdullah syam juga
mengutarakan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan agama. LDII sejak
berdiri 3 juli 1972, falsafahnya adalah Pancasila dengan pedoman ibadah sesuai
Al-Quran dan Al-Hadist. LDII ingin menjadi organisasi profesional dan
berwawasan luas. Indonesia majemuk dalam segala hal baik etnik, suku, dan
agama. Jika melihat Piagam Madinah pada zaman nabi, maka itulah alasan LDII
mendukung Pancasila.
“Kami mencoba bekerja
sama dengan ormas lain untuk melakukan pembangunan karakter. Dengan PBNU kami
membuat banyak MoU di berbagai bidang seperti pendidikan, ekonomi, lingkungan
hidup, hingga bela negara bahwa Pancasila dan NKRI harga mati,” ujar Abdullah
Syam.
LDII sangat mendukung
empat konsensi nasional yang dibentuk oleh MPR terutama Pancasila, UUD 1945,
NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Dengan latar belakang itu, LDII ingin berjuang
bersama MPR untuk mengembalikan Pancasila menjadi roh bangsa.
Langkah strategis untuk
LDII selanjutnya akan dibahas dalam Musyawarah Nasional (Munas) LDII pada
November mendatang. LDII meminta Zulkifli Hasan untuk menjadi keynote speaker
dalam pembukaan munas. Selain itu, menjelang munas juga akan diadakan Focus
Group Discussion (FGD) terkait evaluasi implementasi Pancasila selama 75 tahun
Indonesia Merdeka.
“Kami sedang mewacanakan
Pancasila dengan pemahaman teoritikal dan implementasi. Kami ingin mengevaluasi
setelah 75 tahun Indonesia merdeka, untuk itu kami ingin bekerja sama dengan
MPR untuk menggelar FGD di gedung MPR,” ujarnya.
Menanggapi hal itu,
Zulkifli Hasan merespon positif dan mendukung kegiatan LDII itu. Bahkan ia
mempersilahkan LDII melakukan FGD Pancasila di Gedung MPR menjelang Munas LDII.
Ketua MPR Itu selanjutnya mengajak semua elemen masyarakat bersatu dan
mengurangi kegaduhan.
Sumber : pojoksulsel.com dan detik.com
Komentar
Posting Komentar