Menyikapi masih maraknya aktivitas kegiatan-kegiatan kelompok
radikal yang mencoba untuk mengubah ideologi bangsa indonesia yaitu Pancasila
dan konsep kebangsaan yang berbhineka tunggal ika, maka sebagai langkah
pencegahan pemerintah terus-menerus berupaya mengkampanyekan kegiatan
deradikalisasi dengan menggandeng berbagai tokoh masyarakat, kelompok ormas,
kelompok keagamaan, dan berbagai elemen masyarakat lainnya.
Beberapa bulan lalu tidak lama setelah tragedi teror bom thamrin di
Jakarta terjadi, LDII sebagai salah satu organisasi islam yang aktif menentang
keras segala macam bentuk terorisme yang membawa nama agama ikut diundang
Presiden Jokowi bersama Pimpinan NU bertemu di Istana Merdeka Jakarta membahas
penanganan dan pencegahan gerakan radikal islam di Indonesia.
Seusai pertemuan tersebut DPP LDII segera memberikan arahan kepada
semua Pengurus DPW dan DPD LDII yang tersebar di 34 Propinsi dan 509
Kabupaten/Kota di Indonesia untuk mengencarkan sosialisasi gerakan
deradikalisasi dengan menggandeng pihak-pihak terkait khususnya TNI/Polri yang
ada di daerah setempat.
Di wilayah Sulawesi tenggara, Pihak DPW LDII Sultra bekerjasama
dengan Polda Sultra untuk melakukan penyuluhan bahaya radikalisme, dimana
kegiatan tersebut telah berlangsung di Masjid Al-Mukhlis, Lepo-lepo, Kendari
pada tanggal 2 Mei 2016 pada pukul 20.00 WITA hingga selesai.
Dalam kegiatan tersebut pihak Polda Sultra diwakili oleh Kabag Bin
Ops Polda Sultra AKBP. Arif Gunawan yang kemudian melakukan penyuluhan dengan
materi yang disusun secara terstruktur mulai dari sejarah awal mula
terbentuknya kelompok-kelompok radikal di Indonesia yang kemudian mendorong
terjadinya peristiwa teror Bom Bali pada tahun 2002 yang menimbulkan ratusan korban
jiwa, lalu aktivitas kelompok Abubakar Baasyir hingga sepak terjang kelompok
santoso yang sampai sekarang masih menebar teror di Poso Sulawesi Tengah.
Lebih lanjut AKBP Arif Gunawan menyatakan bahwa seluruh masyarakat
harus mewaspadai ciri-ciri kelompok radikal tersebut, diantaranya adalah ; Suka
mengkafirkan kelompok yang mereka anggap berseberangan, tidak mengakui
pancasila dan UUD 1945, menentang konsep kebhinekaan, tidak mengkonsumsi daging
hasil sembelihan orang-orang yang dianggap kafir,
Pihak Polda Sultra menurut AKBP Arif Gunawan sudah mengidentifikasi
aktivitas kelompok-kelompok radikal ini di wilayah sulawesi tenggara,
diantaranya yang menonjol adalah HTI dan Wahdah Islamiyah. Beberapa kelompok
pendukung ISIS dan teroris santoso juga teridentifikasi mencari dukungan di
wilayah sulawesi tenggara. Karena itu pengawasan terhadap rumah-rumah kos harus
ditingkatkan, karena jaringan teror tersebut biasa hidup berpindah-pindah sehingga
biasa memanfaatkan jasa rumah kos.
Oleh sebab itu pihak kepolisian mendukung penuh peran LDII dalam
memberikan pemahaman bahaya radikalisme di lingkungan masyarakat sebagai
langkah pencegahan untuk meminimalisir aktivitas kelompok radikal tersebut di
berbagai lapisan masyarakat.
Selain itu dirinya juga mengapresiasi peran LDII dalam mengedukasi
warganya agar selalu menjauhkan diri dari kejahatan lainnya seperti
Penyalahgunaan Narkoba, dan minuman keras. Menurutnya kejahatan Narkoba
memiliki efek buruk yang tidak kalah dahsyat dari aksi terorisme. Puluhan orang
masuk penjara tiap hari gara-gara narkoba hingga membuat lapas penuh. Korbannya
pun beragam mulai dari anak-anak, remaja, PNS, TNI/Polri, bahkan hingga pejabat
seperti bupati pun ikut terjerat kasus narkoba.
Pada akhir acara penyuluhan juga diadakan tanya-jawab mengenai
radikalisme lalu ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Ustad Habibullah
kemudian dilanjutkan dengan acara foto bersama dengan para pengurus LDII
setempat.
Komentar
Posting Komentar